Senin, 13 April 2015

Makalah Sanksi Administratif



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup. Melalui sanksi administasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, sehingga sanksi administrasi merupakan instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan penting bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar.
Berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan sanksi administrasi relative lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan. Yang tak kalah pentingnya dari penerapan sanksi administrasi ini adalah terbuka ruang dan kesempatan untuk partisipasi masyarakat.
B.       Jenis Pelanggaran
Penegakan hukum administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan atas dua instrument penting, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administratif. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap:
a.         Izin Lingkungan
Pelanggaran izin lingkungan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang karena:
1)   tidak memiliki izin lingkungan;
2)   tidak memiliki dokumen lingkungan;
3)   tidak menaati ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin  lingkungan, termasuk tidak mengajukan permohonan untuk izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap operasional;
4)   tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin lingkungan;
5)   tidak melakukan perubahan izin lingkungan ketika terjadi perubahan sesuai Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
6)   tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup; dan/atau
7)   tidak menyediakan dana jaminan.
b.        Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a.         Izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang meliputi:
a)        izin penyimpanan limbah B3;
b)        izin pengumpulan limbah B3
c)        izin pemanfaatan limbah B3;
d)       izin pengolahan limbah B3;
e)        izin penimbunan limbah B3;
b.      Izin dumping ke laut;
c.       Izin pembuangan air limbah;
d.      Izin pembuangan air limbah ke laut;
e.       Izin pembuangan air limbah melalui injeksi;
f.       Izin pembuangan emisi ke udara.
Pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang karena:
1)        tidak memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2)        tidak memiliki izin lingkungan;
3)        tidak memiliki dokumen lingkungan;
4)        tidak menaati persyaratan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
5)        tidak menaati kewajiban dan/atau perintah sebagaimana tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
6)        tidak membuat dan menyerahkan laporan pelaksanaan terhadap pelaksanaan persyaratan dan kewajiban lingkungan hidup.
c.         Peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan hidup.
Peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) beserta peraturan pelaksanaannya terdiri dari peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah, peraturan Menteri, peraturan kepala daerah dan peraturan daerah untuk melaksanakan UUPPLH.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam bahasa inggris disebut law enforcement. Pengertian penegakan hukum dalam terminologi bahasa indonesia selalu mengarah kepada force, sehingga timbul kesan dimasyarakat bahwa penegakan hukum bersangkut paut dengan sanksi pidana. Penegakan hukum yang dilakukan oleh birokrasi (pejabat administrasi) berupa penegakan yang bersifat “pencegahan”, (preventif) yang dilakukan dengan melakukan penyuluhan atau sosialisasi suatu peraturan perundang-undangan, baik peraturan perundang-undangan yang berasal dari pusat maupun peraturan yang dibuat didaerah.
Disamping itu, dalam terminologi sehari-hari dikenal pula istilah compliance, yang mempunyai arti negosiasi, persuasi, dan supervisi agar peraturan itu ditaati sebelum dilakukan penegakan hukum.
Penegakan hukum lingkungan ialah pengamatan hukum lingkungan melalui pengawasan (supervision) dan pemeriksaan (inspection) serta melalui deteksi pelanggaran hukum, pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan kepada pembuat (dader; offender).
Mas ahmad santosa mengatakan bahwa untuk mencapai penaatan, penegakan hukum bukanlah satu-satunya cara, berbagai cara atau pendekatan dapat dilakukan antara lain melalui instrumen ekonomi, edukasi, bantuan teknis dan “tekanan” publik (public pressure). Secara garis besar pendekatan penaatan dapat ditempuh melalui 4 pendekatan;
1. Pendekatan Command and Control (CAC);
2. Pendekatan ekonomi;
3. Pendekatan perilaku (behavior);
4. Pendekatan pendaya gunaan tekanan publik (public pressure).
B.     Piramida Pemberlakuan Sanksi Administrasi Dalam Penegakan Hukum Adminisi
Sarana administratif  dapat bersifat preventif dan bertujuan untuk menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan (misalnya: UU, PP, Keputusan Mentri Perindustrian,  Keputusan Gubernur, Keputusan Walikota, dan sebagainya). Penegakan hukum dapat di terapkan terhadap kegiatan  yang  menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan sebagainya. Di samping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan  administrative, kepada pengusaha di bidang industry hendaknya juga di tanamkan manfaat konsep “pollution prevention pays” dalam proses produksinya.
Sarana administrative dapat di tegakkan dengan kemudahan-kemudahan pengelolaan lingkungan, terutama di bidang keuangan, seperti keringanan bea masuk alat-alat pencegahan pencemaran dan kredit bank untuk biaya pengelolaan  lingkungan dan sebagainya. Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan lingkungan administrative pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung keadaan terlarang itu.
C.     Jenis Sanksi Administratif
Penerapan sanksi Administratif terdapat dalam pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Repiblik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Jo. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 2 Tahun 2013 tenteng Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 4 ayat (1) Penegakan Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan dikenakan snksi administratif yang meliputi :
a.      Teguran tertulis;
b.      Paksaan pemerintah;
c.       Pembekuan izin Lingkungan dan;
d.      Pencabutan izin Lingkungan
1.      Teguran tertulis
Sanksi Administratif teguran tertulis adalah sanksi yang diterapkan kepada penganggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang ditentukan dalam izin lingkungan. Namun pelanggaran tersebut baik secara tata kelola lingkungan hidup yang baik mapun secara teknis masih dapat dilakukan perbaikan dan pula belum menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Pelanggaran tersebut harus dibuktikan dan dipastikan belum menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup berupa pencemaran dan/atau perusakan, misalnya:
1)      Bersifat administratif, antara lain:
a)      tidak menyampaikan laporan;
b)      tidak memiliki log book dan neraca limbah B3;
c)      tidak memiliki label dan simbol limbah B3.
2)      Bersifat teknis tetapi perbaikannya bersifat ringan yaitu perbaikan yang dapat dilakukan secara langsung tidak memerlukan waktu yang lama,tidak memerlukan penggunaan teknologi tinggi, tidak memerlukan penanganan oleh ahli, tidak memerlukan biaya tinggi. Pelanggaran teknis tersebut meliputi antara lain:
a)        parameter BOD5 kurang dari 0,2 ppm yang secara teknis tidak menimbulkan dampak negatif atau pencemaran terhadap lingkungan;
b)        belum menunjukkan pelanggaran terhadap criteria baku kerusakan lingkungan hidup;
c)        terjadinya kerusakan atau gangguan pada instalasi pengolahan air limbah dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaporkan kepada pejabat yang berwenang;
d)       terjadinya kerusakan atau gangguan mesin produksi;
e)        penanganan teknis yang lebih baik untuk mencegah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
f)         pelanggaran lainnya yang dapat menimbulkan potensi terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
g)        belum melaporkan pelaksanaan RKL-RPL atau UKLUPL;
h)        tidak melakukan pencatatan debit harian;
i)          tidak melakukan pelaporan swapantau;
j)          laboratorium pengujian yang digunakan belum terakreditasi;
k)        belum melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan penyimpanan limbah B3;
l)          belum melakukan pendataan jenis dan volume limbah B3;
m)      tidak memasang lampu penerangan, simbol, label limbah B3;
n)        tidak memiliki SOP penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3 dan tidak memiliki log book limbah B3;
o)        belum melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan pemanfaatan, pengumpulan limbah B3;




2.      Paksaan Pemerintah
Paksaan pemerintah adalah sanksi administratif berupa tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan dalam keadaan semula. Penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu diberikan teguran tertulis. Adapun penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dijatuhkan pula tanpa didahului dengan teguran tertulis apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
1)   ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
2)   dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
3)   kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk:
1)   penghentian sementara kegiatan produksi;
2)   pemindahan sarana produksi;
3)   penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
4)   pembongkaran;
5)   penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
6)   penghentian sementara seluruh kegiatan; dan/atau
7)   tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dikenakan sanksi adminstratif berupa paksaan pemerintah dalam hal melakukan pelanggaran terhadap persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan lingkungan dan terkait lingkungan, misalnya:
1)        tidak membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
2)        tidak memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3;
3)        tidak memiliki alat pengukur laju alir air limbah (flow meter);
4)        tidak memasang tangga pengaman pada cerobong emisi;
5)        tidak membuat lubang sampling pada cerobong emisi;
6)        membuang atau melepaskan limbah ke media lingkungan melebihi baku mutu air limah;
7)        tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang tertuang dalam izin;
8)        tidak mengoptimalkan kinerja IPAL;
9)        tidak memisahkan saluran air limbah dengan limpasan air hujan;
10)    tidak membuat saluran air limbah yang kedap air;
11)    tidak mengoptimalkan kinerja fasilitas pengendalian pencemaran udara;
12)    tidak memasang alat scrubber;
13)    tidak memiliki fasilitas sampling udara;
14)    membuang limbah B3 di luar TPS limbah B3;
15)    tidak memiliki saluran dan bak untuk menampung tumpahan limbah B3.
3.      Pembekuan Izin Lingkungan dan/atau Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sanksi administratif pembekuan izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan adalah sanksi yang berupa tindakan hukum untuk tidak memberlakukan sementara izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan yang berakibat pada berhentinya suatu usaha dan/atau kegiatan. Pembekuan izin ini dapat dilakukan dengan atau tanpa batas waktu.
Penerapan sanksi administratif berupa pembekuan izin lingkungan diterapkan terhadap pelanggaran, misalnya:
1)   tidak melaksanakan paksaan pemerintah;
2)   melakukan kegiatan selain kegiatan yang tercantum dalam izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan;
3)   pemegang izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan belum menyelesaikan secara teknis apa yan seharusnya menjadi kewajibannya.
4.    Pencabutan Izin Lingkungan dan/atau Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sanksi administratif berupa pencabutan izin lingkungan diterapkan terhadap pelanggaran, misalnya:
1)   tidak melaksanakan sanksi administratif paksaan pemerintah;
2)   memindahtangankan izin usahanya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin usaha;
3)   tidak melaksanakan sebagian besar atau seluruh sanksi administratif yang telah diterapkan dalam waktu tertentu;
4)   terjadinya pelanggaran yang serius yaitu tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkan keresahan masyarakat;
5)   menyalahgunakan izin pembuangan air limbah untuk kegiatan pembuangan limbah B3;
6)   menyimpan, mengumpulkan, memanfaatkan, mengolah dan menimbun limbah B3 tidak sesuai sebagaimana yang tertuang dalam izin.

D.    Prosedur Penerapan Sanksi Administratif
Peraturan Pemerintah Repiblik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan Pada pasal 71 ayat (2) “Sanksi administratif diterapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya” dan pasal 72 “penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) didasarkan atas : 1. Evaktivitas dan efisiensi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidu; 2. Tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang Izin Lingkungan; 3. Tingkat ketaatan pemegang izin Lingkungan terhadap pemenuhan pemerintah atau kewajiban yang ditentukan dalam izin lingkungan; 4. Riwayat ketaatan tentang Izin Lingkungan; dan/atau 5. Tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang Izin Lingkunhgan pada lingkungan hidup”.  
Adapun prosedur penerapan Sanksi Administratif adalah sebagai berikut :
1.      Prosedur atau tata cara penerapan sanksi yang dijalankan harus dipastikan sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
2.      Pejabat yang menerapkan sanksi administratif harus dipastikan memiliki kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang undangan. Kewenangan tersebut dapat bersumber dari atribusi, delegasi, atau mandat. Sumber kewenangan ini akan menentukan cara bagaimana pejabat administratif menjalankan kewenangannya.
3.      Ketepatan Penerapan Sanksi Administratif
Ketepatan penerapan sanksi administratif yang digunakan dalam penerapan sanksi administratif meliputi:
a)         Ketepatan bentuk hukum
Sanksi administratif ditujukan kepada perbuatan pelanggaran penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, maka instrumen yang digunakan untuk menerapkan sanksi administratif harus dipastikan berbentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
b)        Ketepatan substansi
Ketepatan substansi dalam penerapan sanksi administrative berkaitan dengan kejelasan tentang :
a.       jenis dan peraturan yang dilanggar;
b.      jenis sanksi yang diterapkan;
c.       perintah yang harus dilaksanakan;
d.      jangka waktu;
e.       konsekuensi dalam hal sanksi administratif tersebut tidak dilaksanakan; dan
f.       hal-hal lain yang relevan.
c)         Kepastian tiadanya cacat yuridis dalam penerapan sanksi
Dalam Keputusan Tata Usaha Negara hindari klausula pengaman yang lazimnya berbunyi: “Apabila di kemudian hari ternyata ada kekeliruan di dalam Keputusan ini, maka akan diperbaiki sebagaimana mestinya.”
d)        Asas Kelestarian dan Keberlanjutan
Dalam menerapkan sanksi administratif perlu mempertimbangkan asas kelestarian dan keberlanjutan. Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
4.      Mekanisme Penerapan Sanksi Administratif
Mekanisme penerapan sanksi administratif meliputi:
a.       Bertahap
Penerapan sanksi administratif secara bertahap yaitu penerapan sanksi yang didahului dengan sanksi administratif yang ringan hingga sanksi yang terberat.
Apabila teguran tertulis tidak ditaati maka ditingkatkan penerapan sanksi administratif berikutnya yang lebih berat yaitu paksaan pemerintah atau pembekuan izin. Apabila sanksi paksaan pemerintah atau pembekuan izin tidak ditaati maka dapat dikenakan sanksi yang lebi berat lagi yaitu sanksi pencabutan izin.
b.      Bebas (Tidak Bertahap)
Penerapan sanksi administratif secara bebas yaitu adanya keleluasaan bagi pejabat yang berwenang mengenakan sanksi untuk menentukan pilihan jenis sanksi yang didasarkan pada tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Apabila pelanggaran yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sudah menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dapat langsung dikenakan sanksi paksaan pemerintah. Selanjutnya jika sanksi administratif paksaan pemerintah tidak dilaksanakan maka dikenakan sanksi pencabutan izin tanpa didahului dengan sanksi teguran tertulis.
c.       Kumulatif
Penerapan sanksi administratif secara kumulatif terdiri atas kumulatif internal dan kumulatif eksternal.
Kumulatif internal adalah penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa jenis sanksi administratif pada satu pelanggaran. Misalnya sanksi paksaan pemerintah digabungkan dengan sanksi pembekuan izin.
Kumulatif ekternal adalah penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan penerapan salah satu jenis sanksi administratif dengan penerapan sanksi lainnya, misalnya sanksi pidana.
5.      Penerapan sanksi administratif ditetapkan dengan menggunakan keputusan tata usaha negara yang memuat paling sedikit:
a.         nama jabatan dan alamat pejabat administrasi yang berwenang;
b.         nama dan alamat penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;
c.         nama dan alamat perusahaan;
d.        jenis pelanggaran;
e.         ketentuan yang dilanggar baik ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan;
f.          ruang lingkup pelanggaran;
g.         uraian kewajiban atau perintah yang harus dilakukan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan;
h.         jangka waktu penaatan kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;
i.           ancaman sanksi yang lebih berat apabila tidak melaksanakan perintah dalam sanksi teguran tertulis.
6.      Pemberi sanksi antara lain wajib:
a.         menyampaikan keputusan sanksi dengan patut (waktu, cara, dan tempat) dan segera kepada pihak-pihak yang terkena sanksi.
b.         memberikan penjelasan kepada para pihak bilamana diperlukan.
c.         melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan sanksi.
d.        membuat laporan hasil penerapan sanksi.
7.      Pengadministrasian keputusan sanksi administratif dilakukan melalui tahapan:
a.       penyusunan naskah keputusan dengan substansi dan format sesuai peraturan perundang-undangan;
b.      penandatanganan oleh pejabat yang berwenang;
c.       pemberian nomor dan pengundangan;
d.      penyampaian kepada pihak yang berkepentingan;
e.       pembuatan tanda terima.


E.     Contoh Kasus yang diberi Sanksi Administrasi
Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pemantauan proses penaatan penerapan sangsi administrasi berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin bagi perusahaan pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam upaya penaatan  hukum lingkungan. Penerapan sangsi administrasi oleh pemerintah daerah pada dasarnya merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah sesuai Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerapan sangsi administrasi oleh Pemerintah Kota Samarainda merupakan  hasil asistensi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup kepada lembaga-lembaga lingkungan daerah untuk mengatasi dan meminimalkan pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.
Menteri Lingkungan Hidup, Prof. DR. Balthasar Kambuaya (2013), MBA bersama beberapa Deputi MENLH melakukan kunjungan kerja memantau proses penaatan penerapan sangsi administrasi bagi perusahaan pertambangan yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota Samarinda. Kunjungan Kerja ini merupakan apresiasi yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap kinerja yang baik dari Pemerintah Daerah Kota Samarinda dalam menegakkan hukum lingkungan.
Pada kesempatan ini Menteri Lingkungan Hidup beserta Walikota Samarinda melakukan kunjungan ke tiga perusahaan tambang batubara yang telah diberikan teguran tertulis dari Walikota Samarinda karena melanggar peraturan lingkungan. Satu perusahaan telah dinyatakan taat, satu perusahaan belum taat, dan satu perusahaan tidak taat dan berakibat dijatuhkannya sangsi penghentian sementara kegiatan penambangan dilanjutkan dengan pencabutan izin oleh Pemerintah Kota Samarinda

Perusahaan yang diberi sanksi administrasi tersebut adalah :
1.      PT. Nuansa Coal Invesment telah berstatus taat karena sejak mendapatkan sangsi administratif berupa teguran tertulis dari Walikota Samarinda Nomor : 660/039/BLH-I/KS/I/2012 tanggal 25 Januari 2012. Upaya yang telah dilakukan per 25 Januari 2013 telah melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dokumen RKL dan RPL, melakukan reklamasi lahan pasca tambang dan dilanjutkan dengan revegetasi, memiliki 3 kolam pengelolaan air limbah (settling pond) dan telah dilengkapi dengan izin pembuangan air limbah, memiliki izin Penyimpanan Sementara Limbah B3, telah rutin melakukan pengujian air limbah per bulan dan melakukan swapantau kadar parameter pH dan debit harian dan telah rutin melakukan pengukuran kualitas udara.
2.      CV. Bara Energi Kaltim (CV. BEK) dikenai sangsi administratif pencabutan izin usaha oleh Pemerintah Kota Samarinda karena setelah mendapat teguran tertulis melalui Surat Walikota Samarinda No. 660/1126/BLH-I/KS/IX/2012, tertanggal 25 Sep 2012, yang bersangkutan tidak melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan dokumen RKL-RPL , pengelolaan air limbah tidak maksimal walaupun telah memiliki izin pembuangan air limbah namun belum rutin melakukan pengujian kualitas air limbah per bulan, pemantauan pH dan debit harian. Kondisi setling pond tidak terawat dan tidak melakukan pengujian kualitas udara ambient secara rutin per semester. CV.BEK juga diperintahkan untuk melakukan pemulihan lingkungan (reklamasi pasca tambang).


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Sanksi administratif adalah perangkat sarana hukum administratif yang bersifat pembebanan kewajiban/pemerintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha Negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegitan atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan  di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau ketentuan dalam izin lingkungan.
Pengenaan sanksi administratif  bertujuan untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran dan/atau perusakan akibat dari suatu usaha dan/atau kegiatan, menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, memulihkan kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dan memberi efek jera bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan dalam izin lingkungan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 2 Tahun 2013 tenteng Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 4 ayat (1) Penegakan Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan dikenakan snksi administratif yang meliputi, Teguran tertulis, Paksaan pemerintah, Pembekuan izin Lingkungan dan, Pencabutan izin Lingkungan.

B.       Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kami dari penulis mengharapkan tanggapan dan saran bagi pembaca untuk kesempurnaan makalah ini, karena kami hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahaan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.menlh.go.id/penerapan-sangsi-administrasi-paksaan-pemerintah-terhadap-perusahaan-pertambangan-di-kota-samarinda/
Peraturan Pemerintah Repiblik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Peraturan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 2 Tahun 2013 tenteng Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup